“Truth or Dare?” Sekali lagi
kamu menantangku untuk memainkan game konyol itu.
Aku
mengerutkan kening, berpura – pura tak bersedia.
“Ayo pikir, mau pilih mana?” Katamu
tak menghiraukan ekspresi keberatan yang aku tunjukkan.
“Oke, truth!” Jawabku tetap
acuh sambil memainkan tali sepatu.
Panas yang memantul dari lapangan olahraga tak
menyurutkan semangatmu. Segumpal awan
perlahan bergerak, meneduhi tempat kita berdua. Kupandangi anak – anak yang
lain sedang bermain basket, sebagian lagi hanya duduk beristirahat seperti
kita. Dengan antusias kamu mendekat dan berselonjor di sampingku. Keringat
menetes dari sela – sela rambutmu yang agak jabrik. http://elmaselviani.blogspot.com/
“Jadi, pilih truth ya!” Lalu kamu seolah berpikir
keras. “Sebenernya, aku ganteng gak sih?”
Hening. Seketika tawaku meledak, mendengar pertanyaanmu
yang begitu narsis. Kamu menghela nafas, lalu mendongakkan wajah ke langit
luas. Entah apa yang kau pandangi di atas sana. Tawaku tak kunjung reda, sampai
– sampai kamu menggerutu sendiri.
Senyum lebar masih
tersungging di bibirku, kamu tetap menatap langit sembari menyipitkan mata yang
pada dasarnya sudah sipit. Sekali itu kuperhatikan wajahmu dengan seksama.Wajah
yang selalu menampakkan ekspresi damai. Wajah oriental dengan sepasang mata
yang teduh dan senyum terkembang. Senyum favoritku selama empat tahun terakhir.
Semburat merah merona di pipiku, buru – buru kupalingkan wajah. Sesuatu dalam
hatiku berdesir, mengalirkan satu sensasi yang tak membuatku nyaman.
Kutundukkan kepala dalam – dalam.
Kamu berpaling dan bicara,“Gimana? Katanya pilih truth!
Jadi aku ganteng apa enggak?” Katamu geli.
Dengan sedikit menggumam aku menjawab, “Emang penting
banget ya kalo kamu ganteng?”
“Hahaha.. Bilang aja iya! Susah banget mengakui
ketampananku.” Kamu tersenyum puas.
“Mengakui ketampananmu?? Hah!” ucapku sambil
mengerucutkan bibir.
Lapangan mulai lengang, anak – anak yang lain sudah pergi
berganti pakaian. Tinggal kita berdua di sini, di bawah jajaran pohon palm yang
menjulang tinggi.
“Giliran kamu Dewi... Ayo nanya..”
“Boleh tanya apa aja kan?”
“Boleh, seperti biasa.”
“Kamu selalu ngikutin aku kalau mau daftar sekolah ya?”
Ucapku penasaran. Pertanyaanku bukan tanpa alasan. Dari mulai SD sampai
sekarang SMA , aku tidak pernah tidak satu sekolah dengan kamu, Adrian Wijaya.
Giliran tawamu yang meledak. Lalu kamu menjawab, “Sebenarnya
aku juga heran kenapa kita terus satu sekolah, mungkin itu takdir. Setiap aku
tahu sekolah yang aku pilih sama dengan sekolah yang kamu plilih, sejujurnya aku senang. So, aku
gak kehilangan bestfriendku.” Kamu menatapku tulus.
Aku terbius. Ya, mungkin itu takdir.
“Ayo ganti baju! Sebentar lagi jam olahraga udahan!”
katamu sambil bangkit berdiri.
Dengan malas kujulurkan tangan kananku. Kamu pun mengerti
dan langsung menarikku untuk berdiri.
***
Truth or Dare. Beri tahu kebenaran, atau lakukan tantangannya. Permainan
favorit kita sejak dulu. Karena permainan ini kita bisa lebih mengenal satu
sama lain. Makanan favorit, hal yang paling dibenci, pengalaman pahit, dll.
Permainan ini ajang kita menjaili satu samalain dengan memberikan pertanyaan
atau tantangan konyol.
Namun tak jarang pula tantangan – tantangan yang
diberikan memicu pertengkaran diantara kita. Seperti saat kamu kamu memberikan
tantangan kepadaku untuk meminta sehelai bulu kaki dari lima orang senior
cowok. Hal tersebut tetap aku lakukan karena ego. Untung saja, aku kenal
beberapa orang senior yang aku paksa untuk merelakan sehelai bulu kakinya.
Hahaha :D
Hari ini kamu mengajakku jogging, rutinititas di
hari minggu yang sama – sama kita sukai. Pagi sekali aku sudah bersiap – siap
menunggumu di depan rumah. Setelah beberapa menit menunggu, di kejauhan
terlihat kamu berlalari kecil dengan memakai earphone. Tanpa dikomando
aku langsung bergabung denganmu, lalu meninggalkan kompleks perumahan kita.
Menuju ke arah lapangan rahasia, lapangan di belakang SD tempat kita dulu
bersekolah.
Dulu ketika kita masih kecil,
aku sering menang bila bertanding lari denganmu. Tapi sekarang, seiring dengan
tinggimu yang terus bertambah dan fisikmu yang lebih kuat, aku harus menerima
kekalahan bila kamu mengajakku bertanding lari.
Keringat keluar dari sekujur
tubuh, mengalirkan kekuatan ke ujung – ujung sarafku. Kuteguk air mineral untuk
mengganti cairan yang hilang. Kau menjulurkan tangan meminta botol air yang ada
di tanganku, tanpa ragu langsung kau teguk. Aku menelan ludah, desiran itu
kembali melanda hatiku. Sial! Umpatku
dalam hati.
“Eh, besok kan 14 februari.
Ayo kita bikin Truth or Dare spesial
Valentine!” Ujarmu seolah telah
menemukan ide cemerlang.
“Terserah kamu, memangnya
kalau aku gak mau gimana?”
“Harus mau!” katamu tegas. http://elmaselviani.blogspot.com/
Mentari mulai meninggi. Lapangan
ini terbentang luas, diujungnya kita bisa melihat garis khayal yang seperti
membatasi hijaunya rumput dan birunya langit.
“Hah....” Kau hembuskan nafas
dengan kencang.
Kuhirup udara pagi sedalam –
dalamnya, memenuhi seluruh gelembung alveolus dalam
paru – paru. Kemudian aku pun menghembuskan nafas seperti yang kau lakukan.
Menghembuskan semua perasaan yang menghimpit hatiku, mengenyahkan desiran yang
akhir – akhir ini melanda diriku. Aku menengadahkan wajahku ke arah langit
luas, mencari jejak – jejak hatiku yang dulu. Samar, tidak kutemukan.
Pertanyaanmu membuyarkan
lamunanku, “Jadi, pertanyaan atau tantangan apa untuk Valentine besok?”
Seperti biasa ide kreatif
selalu datang dari benakmu. Aku tinggal megikuti aturan mainnya saja.
“Terserah Yang Mulia Tuan
Adrian saja, saya ikutin.” Ungkapku berseloroh.
“Oke! Tapi jangan protes ya!
14 februari kita harus memberi tahu siapa orang yang kita sukai. Aku penasaran
banget, sebenarnya siapa yang kamu suka?”
Deg. Dengan seluruh logikaku
aku pasti memilih Dare.
Tapi.. hatiku berkata lain.
“Ehm, lalu kalau aku gak mau
kasih tau, apa tantangannya?”
“Kamu harus ngerjain tugas
sekolah aku selama satu bulan!” jawabmu seraya tersenyum.
“Ah! Curang, gak mau!”
“Makanya, kasih tau aja siapa
yang kamu suka!”
“Tapi tantangannya jangan itu.
Nanti kalau ketahuan guru gimana? Aku gak mau tahu.” Ucapku ketus.
“Fine! We change the Dare. Tantangannya lari keliling lapangan pas jam
istirahat, 10 keliling! Gimana?”
“Hmm, kita lihat aja nanti!”
“Oke, siapa takut?!” kamu
menaikkan alis, menyiratkan wajah yang penuh percaya diri. Desiran dalam hatiku
menjalar ke seluruh tubuh. Batu – batu itu kembali berjatuhan, menghimpit dan
menyesakkan hati ini.
***
Malam
ini aku bermimpi. Berlatarkan hijau rumput lapangan rahasia kita. Kamu berdiri
di ujung lapangan. Angin bertiup memainkan rambutmu. Senyummu terkembang. Aku
berjalan mendekat seolah terhipnotis. Kita berhadapan, bertatapan, saling
melemparkan senyuman. Aku tahu ini mimpi. Entah mengapa terasa sangat nyata.
“Ayo kita ucapkan siapa orang yang kita suka, setelah
hitungan tiga.” Ucapmu selembut angin.
“Satu..” kamu mulai berhitung.
“Dua..” aku menimpali.
“Tiga..” Hening.
“Kamu..” Ucap kita serentak.
Aku tahu ini mimpi!
***
Gerimis
turun sejak tadi. Mentari dengan enggan memancarkan cahaya yang bahkan tak
mencerahkan hatiku. Kupalingkan wajahku ke arah jendela, tak kuhiraukan
penjelasan dari Pak Edi tentang teori relativitas. Udara menyusup dari celah
jendela yang terbuka. Wangi tanah dan rerumputan menusuk hidung, dinginnya
merasuk ke palung jiwaku. Namun semua itu tak menyurutkan semarak romantisme di sekolahku. Dari tadi pagi
telah banyak surat dan cokelat yang berpindah tangan. Bahkan saat ini, di
tengah – tengah penjelasan guru fisika kami, euforia valentine masih
sangat terasa. Dan hal ini sangat mebuatku frustasi. http://elmaselviani.blogspot.com/
Bel istirahat berbunyi. Seolah menjadi gong tanda
permulaan euforia valentine yang meledak. Sebuah pesan singkat masuk ke handphoneku.
From : Adri
Wi, datang ke taman belakang sekolah ya. Truth or Dare. J
Dengan gontai kulangkahkan kaki ke tempat dimana kau menunggu. Kamu berdiri
di ujung taman. Dejavu, hanya saja dalam latar yang berbeda. Dan ini kenyataan
bukan mimpi. Kamu tersenyum sumringah, ditanganmu ada sebuah kotak dengan pita
pink. Kita berhadapan, bertatapan, tapi aku enggan tersenyum. Aku limbung,
tubuhku di sini, tapi tidak dengan pikiranku. Ingin ku berlari meninggalkan
tempat ini dan melupakan tantangan yang kau buat.
Tanpa
berhitung kau bicara “ Namanya Bunga. Adik kelas kita. Aku kenal dia di OSIS.
Rencananya aku mau nembak di hari ini, pokoknya kamu harus lihat!” ujarmu
bersemangat.
Sisa
– sisa gerimis seolah mewakili air mataku yang kutahan sejak tadi. Aku tak
mengenali sosokmu saat ini. Bagiku kamu bukan Adrian yang kukenal. Senyummu
menyakitkan, asing. Kamu menarik tanganku, lebih tepatnya menyeretku berlari ke
arah sebuah ruang kelas.
Di
depan pintu kau berbisik, “Do’ain aku ya..” Permintaan tulus yang berat
kuturuti.
Saat
itu segalanya menjadi kabur, tertutupi oleh genangan air mata di pelupuk
mataku, panas. Ku saksikan sorak – sorai anak – anak yang menyaksikan aksi
pernyataan cintamu. Tak ada satupun yang menghiraukanku. Aku berlari ke arah lapangan,
pergi dengan membawa rasa kecewa atas impian – impian palsu yang selama ini
kuyakini. Ku hapus air mata dengan kasar. Di pinggir lapangan aku
berhenti, kemudian kutulis pesan
singkat.
To : Adri
Slmt ya. Aku pilih Dare. Jujur
kok, 10 keliling.
Kalu gak percaya lihat dan
hitung sendiri.
Aku mulai berlari dan berlari. Menguatkan hatiku yang
porak poranda disetiap ayunan kaki. Tak ku hiraukan gerimis dan orang – orang
yang melihatku dengan tatapan aneh. Aku terus berlari agar tak ada air mata
yang keluar. Namun semakin sesak hati ini saat kumelihat kamu keluar dari ruang
kelas itu. Kau memandangku dengan ekspresi tak terbaca. Aku berpaling, terus
menatap lurus. Aku tak mau terlihat menyedihkan. satu yang kuyakini, aku hanya
perlu untuk terus berlari. I will never tell the truth.
Dilarang copast tanpa mencantumkan sumber yaak! Hargai penulis.
21022013
@elmathics
For 28 april
Tidak ada komentar:
Posting Komentar