Tugas membuat tulisan tentang matematika. Langsung wae nya ieu ku abdi di-upload modul pembelajaran untuk kelas VII mengenai perbandingan. Asli buatan abdi sendiri.
Ulah taluk pedah jauh, tong hoream pedah anggang. Jauh kudu dijugjug, anggang kudu diteang.
Rabu, 30 Desember 2015
Selasa, 29 Desember 2015
Tugas Multimedia Part 1
Sampurasun! Akhirnya tugas pertama Multimedia Pembelajaran Matematika ini bisa juga aku upload setelah website e-learning Depdikmat UPI sudah bisa diakses kembali. Tugas pertama ini adalah membuat bahan ajar dengan powerpoint, flash atau aplikasi sejenis. Aku sih pakai powerpoint karena memang belum pernah belajar bikin flash, bahan ajarnya sendiri tentang garis singgung persekutuan dua lingkaran, kalau tidak salah diajarkan di kelas VIII SMP. Silahkan disimak!
Tugas Multimedia Pembelajaran Matematika Part 3
Hello everyone! Sampurasun! Postingan kali ini masih berkaitan dengan tuigas Multimedia Pembelajaran Matematika yang ketiga yaitu membuat film pendek, mulai dari proses shooting hingga editing. Nah, film ini sendiri berkonsep acara televisi bertajuk Dunia Matematika yang membahas tentang contoh aplikasi matematika dalam kehidupan sehari hari. Konsep matematika yang diangkat adalah Fungsi, Aritmetika Sosial dan Kombinatorik.
Langsung aja yuk kita intip Sinopsis dan Filmnya!
Please watching and enjoy!
Please watching and enjoy!
A. SINOPSIS VIDEO
Pemeran dan pengisi suara :
- Donny hermawan saputra
- Elma selviani
- Pipih apipatus syariah
- Rona khoerunnisa
- Tanti silvian
- Titis Aisyah Hanifah
Scene 1
Judul: Aplikasi Fungsi dalam Kehidupan Sehari-hari
Sinopsis:
Dua orang mahasiswa jurusan pendidikan matematika fakultas MIPA bernama Tantri Silvian dan Pipih Apipatus Syariah akan melihat hasil belajar semester 4. Ia mengunjungi laboratorium computer pendidikan matematika di lantai 3 gedung FPMIPA A (JICA).untuk melihat hasil belajar, UPI memfasilitasi mahasiswanya secara online yaitu melalui website sino.upi.edu. Setelah website tersebut terbuka maka ia memasukkan NIM dan password akunnya. Beberapa detik kemudian, terlihat NAMA, NIM, FAKULTAS, SEMESTER dan nilai.
Pada waktu yang sama, mahasiswa jurusan pendidikan fisika fakultas MIPA
berrnama Zahra Raudi Maulidia akan melihat hasil belajar semester 2. Ia
mengunjungi laboratorium computer pendidikan matematika di lantai 3 gedung
FPMIPA A (JICA).ia mengunjungi website sino.upi.edu. Setelah website tersebut
terbuka maka ia memasukkan NIM dan password akunnya. Beberapa detik kemudian,
terlihat NAMA, NIM, FAKULTAS, SEMESTER dan nilai.
( Tempat: Lobby JICA )
Pada keesokan harinya mahasiswa jurusan Pendidikan Kimia Fakultas MIPA berrnama Bella Azzahra Hakan
melihat hasil belajar .Ia mengunjungi website sino.upi.edu. Setelah website
tersebut terbuka maka ia memasukkan NIM dan password akunnya. Beberapa detik
kemudian, terlihat NAMA, NIM, FAKULTAS, SEMESTER dan nilai
( Tempat: Lobby JICA )
Scene 2
Judul : Aplikasi Aritmatika Sosial Dalam Kehidupan Sehari-hari
Sinopsis :
Pipih mempunyai uang Rp 100.000,- dan
ia ingin membeli kartu internet harga yang paling murah. Untuk itu ia datang
ketiga counter untuk melihat dan membandingkan kartu-kartu internet berbagai
merek di counter-counter tersebut.
Scene 3
Judul : Aplikasi kombinasi dalam
kehidupan sehari-hari
Sinopsis :
Suatu hari Rona berencana pergi ke acara pernikahan temannya. Tetapi
dia kebingungan dalam memilih pakaian mana yang akan dia gunakan untuk pergi ke
acara tersebut. Ia memiliki tiga gaun terbaik, tiga kerudung dan tiga pasang
sepatu.
( Tempat : Kontrakan Rona )
B. VIDEO
Gimana? gimana? hehehe... btw aku yang jadi pengisi suara di bagian Aritmetika Sosial dan Kombinatorik (Just Info). Film ini masih banyak kekurangan sebenarnya, dimulai dari pengambilan gambar yang gak maksimal, tenaga yang kurang profesional hingga kerja sama tim yang dirasa agak kurang dll,dst,dsb,jst (jeung saterusna). Tapi Alhamdulillah setelah melalui proses editing yang cukup panjang, akhirnya film pendek ini rampung juga. Tos ah sakieu heula, thank you for watching and see ya!
Rabu, 23 Desember 2015
Tugas Multimedia Pembelajaran Matematika Part 2
Tugas pertama dari mata kuliah mulmed ini adalah membuat presentasi bahan ajar di powerpoint, flash atau sejenisnya. Nah aku membuat bahan ajar mengenai garis singgung persekutuan lingkaran di powerpoint. Tapi berhubung aku cari-cari filenya hilang entah ke mana dan website e-learning matematika UPI juga sedang bermasalah (lagi-lagi tidak bisa diakses, fiuh T^T), jadi kali ini aku upload dulu tugas kedua yaitu editing foto. Tugas kedua ini lumayan asyik, pasalnya aku juga suka banget jepret sana jepret sini apalagi selfie, lol. Objek fotonya sendiri ada dua yaitu gedung dan orang. Langsunga aja deh, mangga silahkan dilihat!
1.Gedung
Before Editing
Ada yang bisa nebak tidak ini gedung apa? Pasti kalian bertanya-tanya, emang ada ya tempat kayak ginian di UPI? Perasaan baru liat deh pohon dengan bunga seperti ini di UPI. Yup, setidaknya itu yang aku pikirkan saat tidak sengaja lewat gedung Pascasarjana ini. Di depan gedung Pasca sedang mekar-mekarnya pohon berbunga kuning, pemandangan yang tidak setiap hari bisa dilihat. Aku pikir ini kesempatan langka, makanya langsung aja aku jepret pake kamera HP. Agak salah fokus sih sebenarnya, harusnya yang jadi objek kan gedung Pasca, tapi karena aku foto pake kamera HP jadi apa mau dikata, tidak bisa main fokus. Idealnya kalau pakai kamera pro kita taruh fokus ke gedung, jadi pohon hanya sebagai penambah keindahan dan kita blur. Dalam hati aku berniat datang ke tempat ini lagi untuk ambil foto yang lebih bagus (walaupun dengan kamera pinjaman). Namun untung tak dapat diraih, malang tak dapat dicegah, bunga pohon itu berguguran sudah (langsung wae kokosehan payuneun gedung pasca, hihi).
Karena aku keukeuh pengen yang ini, jadilah foto ini yang aku edit. Ini dia hasil editannya... Tadaaaaa!
After Editing
Inilah hasil editanku, gedung Pasca di malam hari. Aura yang bertambah kelam mengisyaratkan hembusan nafas makhluk-makhluk kegelapan. Bunga yang berubah warna, tetap memancarkan keindahannya dibalik misteri. Dan rembulan yang selalu ada untukmu, setia menerangi malam para jomblo yang poek mongkleng.
2. Orang
Before Editing
Ini dia foto yang aku jadikan bahan untuk editing dengan objek orang. Kenalkan dulu deh, ini yang jadi model adalah Daeng Asrul Darwin dari Makassar. Foto ini aku ambil pake kamera dia, lokasinya sendiri di Sam Poo Kong, Semarang. Agak bingung sebenarnya mau diapakan foto ini, tapi setelah proses panjang akhirnya selesai juga diedit. Ini dia hasilnya....!
After Editing
Berlebihan ya editannya? Tapi biarkanlah. Daeng Asrul sendiri bilang katanya ini kok seperti iklan susu, haha. Ada juga yang bilang ini seperti pangeran yang turun dari langit, wkwkwk. Yah, gimana aja lah terserah pemirsa semua mau komen seperti apa. Kalau pendapatku sih, hasil editanku ini oke-oke aja.
3. Bonus
Before Editing
After Editing
4. Bonus Photoshoot
Hatur nuhun! Mangga diantos postingan nu salajengna, tugas kahiji powerpoint bahan ajar, sareng tugas nu katilu nyaeta tugas ngadamel sareng editing video perkawis matematika dina kahirupan sapopoe. See you in the next post guys!
Senin, 16 November 2015
SAMARA[1]
Note : Cerpen berjudul Samara ini adalah cerpen yang saya ikut sertakan di Lomba Tulis Cerpen GBSI 2015 dengan ketentuan tema "Lokalitas". Alhamdulillah berhasil lolos 20 besar cerpen terbaik dan akan segera dicetak dalam sebuah antologi cerpen tahunan GBSI. Selamat membaca :)
Pagi ini ku lihat meja makan tanpa selera. Istriku
sepertinya sudah berangkat kerja, sedangkan anakku semata wayang memang
menginap di rumah eyangnya. Di rumah yang cukup besar ini kami hanya tinggal
bertiga. Tidak ada pembantu, hanya tukang bersih-bersih rumah yang datang tiap hari.
Sangat sepi dibandingkan dengan rumah keluarga besarku dulu yang berpenghunikan
sembilan orang; Ibu, Ayah, aku, saudara-saudaraku dan seekor kucing peliharaan
yang kuberi nama Ciko. Ralat, sembilan orang dan seekor kucing.
Sekali
lagi kuperhatikan makanan yang tersaji di atas meja, roti yang telah
dipanggang, telor ceplok, sekotak sereal dan segelas susu. Walaupun tak
bernafsu makan aku tetap memakan semuanya. Lagipula makanan itu disiapkan oleh
istriku, meski dia sangat sibuk tapi tetap menyempatkan diri untuk menyiapkan
semua ini. Setelah selesai makan aku membereskan meja dan menaruh peralatan
kotor di tempat cuci piring, lalu menyalakan mobil dan bergegas menuju hotel tempatku
bekerja.
Aku
dan istriku sama-sama pernah tinggal di US[2]
untuk melanjutkan sekolah. Kami bertemu pertama kali dalam acara-acara khusus
yang dihadiri mahasiswa-mahasiswa asal Indonesia. Sudah sejak umur 16 tahun ia
tinggal di sana, jadi walaupun asli orang sunda tapi sudah menjadi kebiasaan
baginya memasak dan menyantap makanan ala barat.
Untunglah
jalanan tidak macet, aku bisa mencapai hotel dalam waktu 30 menit. Aku
bersyukur tinggal di Bandung dan bukan di Jakarta yang tiada hari tanpa macet.
“Pagi
Pak Mansyur!” Sapaku pada satpam hotel yang kukenal.
“Pagi
Pak! Sarapan Pak?” Ujarnya sambil menyeruput teh manis.
“Sarapan
dengan apa Pak? Tanyaku sekedar ingin tahu.
“Nasi
Uduk, pisang goreng dan teh manis.” Jawab Pak Mansyur ramah.
“Wah…
mantap tuh Pak!” Kataku lagi sambil
berpamitan dan meneruskan langkah menuju ruanganku.
Sesampainya
di ruangan aku memeriksa laporan dari beberapa Manager yang belum sempat aku periksa. Secepatnya akan kuselesaikan
untuk kemudian diserahkan kepada General
Manager. Ada satu laporan yang membuatku tertarik, yaitu laporan dari F&B Manager[3].
Idenya untuk membuat menu makanan khas Indonesia menurutku cukup baik. Aku rasa
aku harus mencobanya nanti.
Aku
tak ingat kapan terakhir kali makan makanan Indonesia. Menu makanku tiap hari
tidak jauh dari roti, steak, salad, pasta
dan makanan lainnya yang menurutku kurang berbumbu. Ya betul makanan tersebut
enak, kebanyakan dimasak oleh koki ternama, tapi indra pengecap dan penciumanku
benar-benar merindukan cita rasa tertentu. Seperti cita rasa pedas yang bisa
membuatku berkeringat, hingga wangi rempah-rempah yang mampu menggugah selera
makan.
Dering
telpon menyadarkanku dari lamunan. Seseorang dengan suara cempreng terdengar di
ujung telpon. Hanya satu orang di dunia ini yang memiliki suara seperti itu.
“Hello dude! Apa kabar? Aku dengar kamu
bekerja di sebuah hotel. Tahu tidak?
Aku sekarang ada di Indonesia! Bagian yang paling mengejutkan, hotel tempatku menginap adalah hotel yang sama
dengan hotel tempat kamu bekerja!” Ujar suara di seberang sana dalam
satu tarikan nafas.
“Hey... Slow down! Aku tak bisa dengar jelas suara
kamu kalau kamu ngomong seperti kereta api. Sabrina? Are you really Sabrina?”
Ujarku sambil tersenyum.
“Yeah, it’s me. Aku sangat sibuk
sekarang. Sudah ya, temui aku jam makan siang di restoran hotel!” Aku tak percaya
dia menutup telpon begitu saja, dasar Sabrina! Istriku akan sangat senang bila
dia bisa mampir ke rumah kami. Sabrina adalah teman dekat istriku, dan secara
otomatis menjadi teman baikku juga. Ibunya orang Indonesia sedangkan ayahnya
seorang bule berkulit putih. Sejak kecil dia belum pernah ke Indonesia karena
seluruh keluarganya menetap di US.
Kuselesaikan
pekerjaanku dengan cepat, yah… tapi tetap saja memakan waktu yang lama hingga
tak terasa jam makan siang telah tiba. Aku pergi bergegas menuju restoran hotel,
namun Sabrina belum nampak. Sambil menunggunya aku membuka-buka buku menu.
Mataku langsung mencari-cari menu makanan Indonesia, memilih menu untuk
direkomendasikan pada Sabrina.
Kebiasaanku
membaca adalah dengan mencari kata kunci terlebih dahulu secara cepat, baru
membaca kalimat atau paragraf setelah kata kunci aku temukan. Hal itu berlaku
juga sekarang, saat aku membaca buku menu. Aku mencari nama-nama makanan
Indonesia seperti rendang, gado-gado, sate atau apapun makanan khas Indonesia, lembar
demi lembar tak kunjung aku temukan. Ini sempat membuatku bingung dan heran. Kucari
lagi dengan perlahan hingga aku temukan kolom makanan berjudul Indonesian Food. Aku berdehem pelan
membaca nama-nama yang tertera; Spicy
Coconut Beef, Mixed Vegetables with Peanut Sauce, Beef on a Stick with Peanut Sauce dan masih bannyak lagi menu lain yang sangat asing.
Aku tercenung agak lama setelah menyadari ketiga menu dalam bahasa inggris tadi
tidak lain dan tidak bukan adalah rendang, gado-gado dan sate.
“Hey, sudah lama menunggu? Maaf aku terlambat.”
Suara Sabrina menghentikan lamunanku tentang nama-nama makanan itu.
“Tidak apa-apa. Aku juga belum lama sampai.”
Jawabku. Lalu kami mengobrol mengenai banyak hal. Aku menceritakan keluarga
kecilku, Sabrina tak sabar untuk bertemu Adit, anakku. Dari obrolan kami kutahu
rupanya dia sedang dalam perjalanan bisnis di Indonesia.
“Aku suka sekali makanan Indonesia, kemarin aku
diajak berkeliling wisata kuliner street
food[4] di
Bandung. Banyak sekali ternyata ya jajanan yang unik? Dan orang-orang
sepertinya punya lidah yang kuat.” Ujar Sabrina bersemangat.
“Benarkah? Apa saja yang kamu cicipi? Aku bahkan tak
ada waktu untuk wisata kuliner. Seringnya aku makan pada acara formal.”
“Aku tak ingat namanya, tapi ini salah satu favoritku.”
Katanya sambil menunjuk sate dan lontong yang sedang kami makan.
“Yeah, bahkan Obama suka makan sate.” Ucapku sambil
tersenyum. Tak bisa dihindari, Sabrina lalu mengajukan pertanyaan-pertanyaan
berikutnya tentang kisah Obama dan sate.
“Seharusnya biarkan saja di buku menu makanan ini
diberi nama sate. Rasanya lebih pas” Saran Sabrina serius. Aku mengangguk
mengiyakan.
Di akhir obrolan kami Sabrina berkata geli “Kau tahu
perbedaan sate yang kumakan sekarang dan kemarin? Entah mengapa sate yang
kemarin terasa lebih Indonesia. Maksudku ini bukan hanya tentang bumbu, tapi
tentang semuanya. Kamu paham kan?”
Aku sebenarnya tak bisa menangkap secara pasti
maksud Sabrina. Maka ku jawab pertanyaannya dengan senyum. Lalu ia berkata lagi
“Anehnya dengan porsi yang lebih banyak, harga sate yang kemarin jauh lebih
murah dengan harga sate di sini. Aku bisa memakluminya, ini kan hotel bintang
lima.” Kata Sabrina sambil terkikik. Begitulah pertemuanku dengan Sabrina. Ia
berjanji akan mampir ke rumahku nanti akhir pekan.
***
Aku
membelokkan mobilku menuju sebuah komplek perumahan. Di ujung komplek masih
terdapat lapangan rumput tempat anak-anak bermain. Dulu aku sering bermain
bersama teman-temanku di sana, kami bermain apa saja yang sedang musimnya. Entah
kenapa tapi selalu saja ada musim tertentu ketika satu permainan ramai
dimainkan, aku paling menyukai musim layangan. Berbeda dengan anak-anak jaman sekarang
yang lebih sering memainkan permainan seperti Clash of Clans pada gadget mereka, lebih mengenal Elsa,
Anna, Optimuse Prime dan Bumblebee dibandingkan Unyil, Usro, Melani dan
kawan-kawan. Itu sebabnya aku membatasi Adit dalam menggunakan gadget.
Ibuku menyambut
kedatanganku dengan hangat. Semenjak Ayah meninggal, beliau memang hanya tinggal
bersama pembantu dan seorang satpam. Ciko sudah lama mati. Saudara-saudaraku
semuanya sudah memiliki keluarga.
“Adit sedang main di
lapangan. Coba kamu jemput dulu.” Ujar ibuku. Aku menuruti kata beliau dan
berjalan ke depan komplek untuk menjemput Adit.
Komplek ini masih sama
seperti dulu. Pohon-pohon yang berjejer rapi di pinggir jalan masih kokoh pada
tempatnya, membuat udara disekitarnya menjadi sejuk. Jalan yang agak berkelok
karena dataran yang tidak rata.
Kuperhatikan lagi sekelilingku lebih seksama. Ternyata memang ada yang
berubah, rumah-rumah sekarang memiliki pagar yang lebih tinggi.
Dari kejauhan sayup-sayup terdengar lantunan tembang
sunda, merdu terbawa angin hingga ke telingaku. Tidak jelas apa yang sebenarnya
diucapkan, namun nadanya mengingatkanku pada sesosok ayah yang menyanyikan lagu
pengantar tidur bagi anaknya. Sang ayah menggendong anaknya yang masih kecil,
mencoba menenangkan tangisan sang buah hati dengan menembangkan sebuah lagu,
menepuk-nepuk pelan seolah berkata “Tenang nak... Ayah ada di sini, jangan
menangis lagi.”
Suara itu terus melantunkan tembang yang sama berulang-ulang,
rupanya sebuah rekaman, semakin jelas karena aku semakin dekat dengan sumber
suara. Ternyata tembang itu berasal dari sebuah mobil pick up. Bukan sekedar mobil karena di atasnya terdapat tenda yang
terbuat dari terpal, seorang laki-laki terlihat sedang menggoreng sesuatu,
seorang lagi tengah membungkus makanan yang telah digoreng. Di sekitar mobil
itu banyak anak-anak yang sedang berkerumun, termasuk Adit.
Adit menghampiriku sambil tersenyum. “Yah, Adit
habis jajan dulu. Ayah mau nggak?” Katanya sambil menyodorkan makanan ke
mulutku. Makanan itu berbentuk bulat seperti bola, setelah aku makan ternyata
itu tahu.
“Nyam.. nyam.. enak” Ucapku dengan mulut penuh
karena memakannya sekaligus. Adit tergelak melihat tingkahku. “ Yuk pulang...”
Ajak Adit sambil menggandeng tanganku.
Mobil pick up
itu berlalu menuju tempat lain, menjajakan dagangannya dengan cara yang unik,
memanggil para pembeli dengan tembang sunda yang khas. “Tahu Bulat, digoreng di mobil dina katel dadakan. Lima ratusan… Gurih…
Gurih… enyoi…”[5]
Sekarang aku paham maksud Sabrina tentang sate yang
terasa lebih Indonesia. Ini bukan hanya sekedar bumbu, tapi tentang semuanya.
Ketika memakannya kita diingatkan akan Indonesia… akan rumah. Akan kenangan
bersama orang yang kita cintai. Seperti wangi rempah yang mengingatkanku pada
tangan ibu yang kuning akibat memarut kunyit, atau segarnya es kelapa muda yang
mengingatkanku bahwa itu adalah minuman favorit ayahku. Suatu saat nanti kalau
aku memakan tahu bulat lagi, aku akan teringat akan Adit, bahwa kami pernah
bersama berjalan bergandengan tangan di komplek menuju rumah Ibuku. Aku yakin
Adit juga begitu.
Satu hal lagi, aku benar-benar harus memerintahkan F&B Manager untuk mengganti
nama-nama makanan Indonesia di buku menu. Apa jadinya tahu bulat jika berada di
daftar menu itu sekarang? Fried Round
Shaped Soybean Curd? Sangat tidak cocok.
Langganan:
Postingan (Atom)